Bagian 1: Awal Kisah
Di sebuah desa kecil, terdapat sebuah cerita yang selalu membuat penduduknya ketakutan. Cerita tentang sosok misterius yang dikenal sebagai Mr. Gepeng. Menurut legenda, Mr. Gepeng adalah seorang pria yang pernah tinggal di desa itu. Beliau dikenal sebagai seorang yang sangat baik hati, tetapi diliputi oleh nasib tragis yang membuatnya berubah menjadi sosok yang menakutkan.
Ada dua versi dari kisah Mr. Gepeng. Versi pertama menyebutkan bahwa dia adalah seorang petani miskin yang tidak pernah mendapatkan hasil panen yang baik. Suatu hari, dia terpaksa menjual tanahnya kepada seorang pengusaha kaya yang ingin membangun sebuah pabrik. Pengusaha itu menipu Mr. Gepeng dan mengambil semua harta bendanya. Dalam keputusasaannya, Mr. Gepeng bunuh diri dengan cara menggantung diri di pohon besar di tengah desa.
Versi kedua mengatakan bahwa dia adalah seorang pemuda yang sangat mencintai seorang gadis cantik, tetapi cintanya ditolak. Karena merasa malu dan tertekan, dia mengutuk dirinya sendiri dan mengubah tubuhnya menjadi sosok yang menyeramkan. Kini, Mr. Gepeng berkeliaran di malam hari, mencari korban untuk diliput dalam dendamnya.
Setiap kali bulan purnama muncul, penduduk desa memperingatkan satu sama lain agar jangan keluar malam. Mereka tidak ingin bertemu dengan sosok berbadan bengkok dan wajah yang menakutkan itu. Namun, meskipun ada peringatan, sekelompok anak muda yang penuh semangat menantang takhayul desa mereka.
Bagian 2: Keberanian Anak Muda
Di antara anak-anak tersebut terdapat trio yang dikenal dekat, yaitu Riko, Fani, dan Budi. Mereka selalu mencari petualangan dan bukan tipe orang yang percaya pada cerita hantu. Suatu malam, setelah mendengar cerita tentang Mr. Gepeng dari orang tua mereka, mereka memutuskan untuk menjelajahi kebun tua yang konon menjadi tempat tinggal Mr. Gepeng.
“Apakah kau benar-benar percaya pada cerita-cerita itu?” tanya Riko, yang selalu berani.
“Berhentilah, Riko! Bagaimana jika kita berada di sana dan tiba-tiba bertemu dengannya?” Fani berkomentar, terlihat sedikit takut tetapi penasaran.
“Let’s be adventurous! Kita bisa merekam semuanya dan menunjukkan pada teman-teman kita bahwa tidak ada yang perlu ditakuti!” Budi memotivasi mereka dengan semangat yang tinggi.
Dengan perut penuh rasa berdebar dan nafsu petualangan, mereka berangkat ke kebun tua di pinggiran desa. Malam itu gelap dan sepi, dengan hanya suara angin dan dedaunan yang berdesir. Ketiga sahabat itu membawa senter dan beberapa camilan, bercanda dan tertawa menutupi perasaan gugup mereka.
Bagian 3: Menuju Kebun Tua
Saat mereka sampai di tujuan, suasana di kebun tua itu sangat angker. Pohon-pohon besar berumur ratusan tahun berdiri angkuh, dan semak-semak yang lebat membuat jalan setapak semakin samar. Mereka menghidupkan senter dan mulai menjelajahi area tersebut.
“Lihat! Bukankah itu pohon di mana Mr. Gepeng menggantungkan dirinya?” Riko menunjuk sebuah pohon besar dengan cabang-cabang yang menjulang tinggi.
Fani dan Budi saling berpandangan dengan rasa was-was. “Bagaimana jika dia muncul di sini?” tanya Fani.
“Tidak ada yang takut. Dia hanyalah legenda,” Riko membanggakan dirinya, tetapi sebenarnya ia pun merasa sedikit takut.
Mereka mulai bercanda dan berusaha mengambil foto di dekat pohon tersebut. Namun, saat itu, mereka mendengar suara berdesir di sekitar mereka. Suara itu semakin mendekat, dan ketiganya terdiam sejenak.
Bagian 4: Pertemuan Pertama
Tiba-tiba, dari kegelapan muncul sosok menyeramkan. Wajahnya tampak rusak dan mata mengeluarkan sinar merah. Badan sosok itu bengkok dan tidak proporsional. Ketiga anak muda itu tertegun, tidak menyangka akan melihat sosok yang selama ini hanya mereka dengar dalam kisah.
“Siapa kalian?” suara serak itu datang dari sosok tersebut.
Mereka terdiam, ketakutan menyelimuti diri mereka. “Kau… kau adalah Mr. Gepeng?” tanya Budi dengan suara bergetar.
“Ya, aku adalah sosok terkutuk. Kenapa kalian datang ke sini?” jawab sosok itu dengan nada marah.
Riko, yang masih merasa keberanian dalam dirinya, mencoba menjawab. “Kami hanya ingin membuktikan bahwa Anda tidak nyata. Kami tidak takut dengan cerita yang diceritakan orang tua.”
“Sangat berani, ya?” kata Mr. Gepeng sambil mendekati mereka dengan langkah pelan. “Tapi waspadalah, ketakutan adalah hal yang nyata.”
Bagian 5: Pelarian dari Sosok Menyeramkan
Ketiga sahabat itu berlari ketakutan, menyusuri jalan setapak yang gelap. Mereka tidak peduli lagi untuk merekam atau mengambil foto. Mereka hanya ingin melarikan diri dari sosok mengerikan yang mengejar mereka. Suara tertawa Mr. Gepeng bergema di antara pepohonan, membuat ketiganya semakin ketakutan.
“Ke mana kita harus pergi?” Fani berteriak.
“Cobalah ke arah jalan keluar dari kebun!” teriak Budi sambil terus berlari.
Akhirnya, setelah berlari sekian lama, mereka berhasil mencapai pintu keluar kebun dan melompat keluar. Mereka terengah-engah, berusaha mencari tahu apakah Mr. Gepeng masih mengejar mereka.
“Dari mana mereka muncul?” Riko bertanya sambil memperhatikan arah kabur mereka.
“Tunggu, biarkan aku menyalakan senter,” kata Fani. Dia menggenggam erat cahaya tersebut.
Bagian 6: Kesadaran yang Menyakitkan
Sesaat setelah tiba di luar kebun, ketiganya berhenti untuk menarik napas. Kegelapan malam masih menyelimuti, tetapi mereka merasa aman.
“Kita tidak seharusnya melakukannya. Kita seharusnya mendengarkan orang tua,” kata Budi dengan napas terengah-engah.
“Dia… dia sangat menakutkan!” Fani menambahkan dengan wajah pucat.
“Kita akan ceritakan pada orang-orang di desa. Mereka harus tahu bahwa kisah ini nyata!” Riko mengatakan dengan tekad di wajahnya.
Mereka sepakat untuk kembali ke desa. Namun, saat mereka melangkah, suasana menjadi aneh. Suara-suara aneh terdengar di belakang mereka. Riko berani menoleh, tetapi tidak ada apa-apa di belakangnya.
“Tunggu… apa itu?” Fani bertanya sambil bergetar.
Riko, berusaha menenangkan mereka, “Mungkin itu hanya imajinasi kita.”
Mereka melanjutkan langkah tetapi ketakutan mulai merayap kembali. Saat mereka mendekati rumah, mereka melihat sekelompok orang berkumpul, berbicara dengan suara berbisik. Riko dan kawan-kawan merasa aneh dan menghampiri kerumunan. Itu adalah orang tua dan penduduk desa yang khawatir mencari mereka.
“Anak-anak! Kami khawatir! Kami sudah khawatir mencari kalian,” seorang nenek mengatakan dengan nada panik.
“Kami hanya pergi ke kebun…” Riko menjelaskan, tetapi belum sempat menyelesaikan, nenek itu berkata, “Kalian tidak seharusnya pergi ke tempat itu. Mr. Gepeng mulai menampakkan diri lagi.”
Bagian 7: Cerita Penutupan
Hari berikutnya, ketiga sahabat itu tidak bisa melepas pengalaman menakutkan mereka. Mereka memutuskan untuk menemui penasihat desa dan mendengarkan lebih banyak tentang kisah Mr. Gepeng.
Ternyata, sosok itu bukan hanya sekadar hantu. Dia adalah representasi dari penderitaan dan kemarahan yang terpendam. Banyak yang mengatakan bahwa dia muncul ketika ada rasa ketidakadilan di desa.
Bertahun-tahun lalu, seorang penduduk desa yang tidak bertanggung jawab telah menyebabkan kematian Mr. Gepeng. Sejak itu, arwahnya terjebak dalam dendam. Mr. Gepeng tidak terlihat oleh orang-orang yang tidak percaya, tetapi bagi mereka yang pernah mengalami rasa takut dan ketidakadilan, dia bisa muncul dalam banyak bentuk.
“Sekarang kamu tahu, Riko,” kata Budi dengan nada serius. “Sosok ini bukan sekadar cerita, tetapi pengingat akan kebaikan dan ketidakadilan dalam hidup.”
“Kita harus menghormati semua orang,” Fani menambahkan, “Dan tidak meremehkan cerita-cerita yang diajarkan kepada kita.”
Bagian 8: Pelajaran Hidup
Dengan pembelajaran itu, Riko, Fani, dan Budi menghasilkan ide untuk memperbaiki jembatan yang rusak di dekat desa tempat tinggal mereka. Mereka bertekad untuk membantu semua warga desa agar lebih bersatu, dan menghormati tradisi dan cerita yang diwariskan dari generasi ke generasi.
Beberapa malam kemudian, saat bulan purnama kembali muncul, ketiganya berkumpul di pintu masuk kebun tua lagi. Mereka berdiri di depan pohon besar tempat Mr. Gepeng menghantui diri mereka.
“Kita datang hari ini bukan untuk menantang,” Riko berkata. “Kami datang untuk meminta maaf atas kekhilafan kami dan berharap bisa mendengar kisah-kisahmu.”
Sebuah angin tiba-tiba berhembus. Riko, Fani, dan Budi merasakan suasana menjadi tenang, dan tak lama kemudian, sebuah bisikan halus terdengar. “Terima kasih.”
Ketiganya saling berpandangan, merasa harapan menyelimuti kebimbangan yang ada.
Bagian 9: Kembali ke Kehidupan Sehari-Hari
Sejak saat itu, Desa mulai bangkit dengan semangat baru. Riko, Fani, dan Budi menjadi duta bagi semua anak muda di desa. Mereka mengadakan acara berkumpul untuk berbagi cerita dari orang tua dan melestarikan warisan yang ada.
Mr. Gepeng menjadi sosok yang mereka hormati dalam cara yang berbeda. Dia menjadi pengingat bahwa selama mereka bersama-sama dan menghargai satu sama lain, tidak ada hantu yang perlu mereka takuti.
Walaupun tetap ada cerita tentang Mr. Gepeng, namun pageran tersebut tidak sama lagi. Mereka tak lagi melihatnya dari sudut horor, tetapi sebagai pengingat akan ketidakadilan dan harapan.
Bagian 10: Warisan yang Abadi
Kisah Riko, Fani, dan Budi pun menjadi legenda baru yang diceritakan di desa. Kekuatan dari cerita-cerita misterius dijiwai dengan makna mendalam tentang kehidupan dan hubungan antarmanusia. Mr. Gepeng bukan lagi hanya sekadar hantu terpaksa, tetapi simbol dari pelajaran berharga yang selalu hidup dalam hati setiap penduduk desa.
“Jangan lupakan, apapun yang terjadi, kita harus saling mendengar dan menghormati. Cerita itu ada untuk sebuah alasan,” kata Riko kepada anak-anak yang berkumpul memainkan perangkat ceritanya.
Dan hingga hari ini, saat bulan purnama terbit di Desa, para penduduk tahu pasti, momen itu bukan untuk ditakuti, tetapi untuk merenungi pelajaran yang hidup dalam kisah Mr. Gepeng dan perjalanan mereka bersama.
BULETAN – Mbulet